Sinak, Papua Tengah – Di bawah langit teduh Sinak, di halaman sederhana Kantor Koramil 1717-02/Sinak, sebuah peristiwa bersejarah dan menggetarkan hati terjadi pada Minggu sore, 22 Juni 2025. Tiga orang mantan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM), Amus Tabuni, Amute Tabuni, dan Anis Tabuni, secara resmi menyatakan ikrar kesetiaan mereka kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka kembali—bukan hanya secara fisik, tetapi juga dengan hati yang penuh kesadaran dan tekad.

Acara ikrar ini diselenggarakan oleh kolaborasi Apkam TNI Wilayah Sinak dan dihadiri oleh ±30 orang dari berbagai unsur: TNI-Polri, pemerintah daerah, tokoh masyarakat, tokoh agama, serta pihak keluarga. Prosesi ini bukan hanya sebuah seremoni, tetapi sebuah momen emosional dan penuh makna—sebuah pernyataan harapan, pengampunan, dan tekad untuk membangun kedamaian di tanah Papua.
Dalam sambutannya, Letda Hendra menyampaikan pesan yang menggugah:
“Perselisihan di tubuh kelompok OPM yang menelan korban jiwa hingga membakar Honai harus jadi pelajaran pahit. Kalau dengan anggotanya sendiri mereka bisa kejam, apalagi dengan masyarakat biasa. Inilah alasan kenapa kita harus terus mengajak saudara-saudara kita kembali ke jalan yg benar
Wadansatgas Yonif 700/WYC, Kapten Inf Finsa Wahyu, yang turut hadir dalam kegiatan tersebut, menyampaikan pandangan yang penuh haru namun tegas. Dalam keterangannya ia mengatakan:
“Apa yang kita saksikan hari ini bukan sekadar seremoni. Ini adalah kemenangan hati nurani atas senjata, kemenangan harapan atas kebencian. Tiga anak bangsa kembali bukan karena mereka kalah, tapi karena mereka percaya bahwa masa depan Papua ada di dalam pelukan Indonesia, bukan dalam pelarian dan kekerasan.”
Kapten Finsa juga menambahkan bahwa proses seperti ini adalah bukti bahwa pendekatan humanis, komunikasi, dan kehadiran aparat keamanan yang merangkul—bukan menakutkan—masih sangat relevan di tengah tantangan di wilayah pedalaman Papua.
“Kami, Satgas Yonif 700/WYC, akan terus hadir tidak hanya sebagai penjaga batas, tapi sebagai pelindung dan sahabat bagi rakyat Papua. Karena keamanan sejati bukan lahir dari senjata, tapi dari kepercayaan.”
Tiga saudara kandung itu berdiri tegap di depan Bendera Merah Putih. Di bawah tatapan khidmat para hadirin, mereka membacakan ikrar kesetiaan kepada NKRI. Mata mereka basah, suara mereka tegas. Tangis haru pecah di antara keluarga, para tokoh adat, dan aparat yang hadir.
Tak lama setelah itu, mereka menandatangani surat ikrar, sebuah simbol resmi dari pernyataan hati mereka untuk meninggalkan kehidupan di jalur separatis dan memilih jalur perdamaian.
Manus Murib, mewakili pihak keluarga, dalam pidato menyentuh menyampaikan rasa terima kasih kepada TNI-Polri dan seluruh aparat keamanan. Ia memohon agar Pos TNI-Polri bisa juga hadir di Distrik Yugumuak demi melindungi warga dari sisa-sisa ancaman kelompok separatis.
“Kami percaya, hanya dengan bersatu dan berdiri bersama NKRI, anak-anak kami bisa hidup aman, bisa sekolah, bisa bercita-cita. Kami tidak ingin lagi hidup dalam bayang bayang ketakutan.
Prosesi yang paling menggetarkan jiwa dimulai: Amus, Amute, dan Anis Tabuni mencium Sang Saka Merah Putih. Mereka menunduk penuh hormat, mencium bendera itu seolah memohon maaf, memeluk kembali ibu pertiwi yang mereka tinggalkan.
Momen ini membungkam waktu sejenak. Isak tangis terdengar. Ada yang mengucap pelan, “Mereka pulang…”
Acara ditutup dengan doa dari Pendeta Yas Murib, lalu dilanjutkan sesi foto bersama. Semua pihak—TNI, Polri, tokoh adat, tokoh agama, keluarga, dan pemerintah—bersatu dalam satu bingkai foto, satu semangat: membangun Papua damai.
Supriyadi