Wuloni, Puncak —Langit Ilaga Utara diselimuti kabut tipis saat langkah-langkah senyap menyusuri jalur tanah merah yang licin dan berbatu. Di balik hening honai-honai yang berjejer di Kampung Wuloni, suara ketukan hangat mengetuk hati rakyat. Itulah Safari Honai, program humanis dari Satgas Yonif 700/Wira Yudha Cakti yang dilaksanakan oleh Pos Wuloni—sebuah pendekatan menyentuh yang tak hanya menjaga keamanan, tapi juga menjangkau kehidupan, (12/7/2025).

Dipimpin oleh Serda Hidayat, prajurit TNI berjalan dari honai ke honai, menyapa warga dengan senyum dan membawa bahan makanan pokok sebagai bentuk kepedulian dan perhatian. Tak ada pidato, tak ada formalitas—hanya dialog sederhana dari hati ke hati, di antara anyaman honai dan hangatnya api tungku.

“Safari honai adalah cara kami mendekat tanpa jarak. Kami datang bukan untuk dilayani, tapi untuk melayani, berbagi dan mendengar langsung denyut kehidupan masyarakat,” ujar Danpos Wuloni, Lettu Inf I Made Mertiana, penuh empati.
Dalam kegiatan ini, warga menerima bantuan bahan makanan seperti beras, mi instan, gula, dan kopi. Namun lebih dari sekadar logistik, yang mereka terima adalah rasa aman, perhatian, dan pelukan dari negara.
“Kami sangat berterima kasih kepada bapak TNI yang sudah datang bawa makanan. Ini sangat membantu kami. Terasa sekali bahwa kami tidak sendiri,” ucap Bapak Elius, salah satu warga Kampung Wuloni, dengan mata yang berkaca-kaca.
Safari honai bukan sekadar rutinitas teritorial, melainkan safari kemanusiaan—menyusuri lorong-lorong harapan di tengah keterbatasan. Di antara kabut dan dingin Pegunungan Tengah, prajurit Yonif 700/WYC membuktikan bahwa pelindung rakyat bukan hanya berdiri di pos—tetapi hadir di tengah-tengah mereka.
Dengan senyum dan sapa, mereka tak hanya menjaga batas negeri, tapi juga merawat kehangatan persaudaraan di ujung timur Indonesia.
Agung Arianto