Wombru, Distrik Nage’abume – Kabupaten Puncak Di tanah tinggi Papua, di balik bukit dan rimbunnya semak, suara kehidupan tetap bergema—meski perlahan. Kali ini, bukan senjata yang bicara. Bukan barisan patroli yang bergerak. Melainkan senyum hangat dan langkah ringan prajurit dari Satgas Yonif 700/Wira Yudha Cakti yang melalui Pos Pintu Jawa, membawa sebuah pesan sederhana: membantu, bukan hanya dengan tangan, tapi juga dengan hati.

Kegiatan pembinaan teritorial itu dilakukan dengan cara yang paling manusiawi—memborong hasil pertanian milik warga Kampung Wombru. Pisang manis, nanas segar, dan lombok merah yang menggantung rapi di tangan petani, hari itu dibeli langsung oleh personel Satgas, dipimpin oleh Serda Irsal. Tak ada tawar-menawar. Tak ada hitung untung-rugi. Hanya ada keikhlasan dan niat menghidupkan kembali roda ekonomi warga yang nyaris beku.

“Kami tak ingin sekadar memberi, kami ingin warga merasakan hasil kerja keras mereka dihargai. Membeli adalah bentuk penghormatan tertinggi terhadap keringat petani,” ucap Serda Irsal sembari menenteng karung berisi buah.
Kegiatan itu bukan semata soal logistik. Ia adalah jembatan emosional antara aparat dan rakyat. Antara penjaga negeri dan pemilik tanah yang diam-diam merindukan kedamaian.
Danpos Pintu Jawa, Letda Inf Risal, melihat kegiatan ini sebagai bagian dari strategi lembut membangun Papua dari akarnya.
“Kesejahteraan tak melulu soal bantuan. Terkadang cukup dengan hadir sebagai pembeli, sebagai sahabat yang peduli. Dari sinilah kepercayaan tumbuh, dan dari kepercayaan itulah keamanan perlahan kembali,” tuturnya dengan mata teduh memandang ladang warga.
Di antara tumpukan pisang dan semilir angin dataran tinggi Wombru, tampak senyum ibu-ibu yang tak lagi khawatir hasil kebunnya membusuk. Mereka tahu, hari itu ada yang datang bukan hanya untuk menjaga, tapi juga untuk memulihkan.
Dan dari tanah Papua yang subur namun kerap gelisah, lahirlah harapan baru—dalam bentuk transaksi sederhana, namun bermakna dalam.
Satgas Yonif 700/Wyc tak hanya hadir dengan seragam dan senjata. Mereka hadir sebagai bagian dari denyut nadi kehidupan warga. Dan dari setiap pisang yang diborong, dari setiap lombok yang dibeli, tumbuhlah ikatan tak kasat mata: antara TNI dan rakyat—erat, tulus, dan lestari.
Agung Arianto