Omukia, Papua – Di tengah gemuruh pegunungan Papua yang megah, di mana kabut pagi masih menyelimuti lembah-lembah hijau, suara lantunan pujian dan doa mengalun syahdu dari Kampung Eronggobak, Distrik Omukia. Ini bukan sekadar ibadah biasa, melainkan sebuah simbol persaudaraan yang dibangun oleh Satgas Yonif 700/Wira Yudha Cakti melalui Pos Eromaga bersama warga Nasrani setempat.
Setiap Minggu, tanpa absen, prajurit-prajurit tangguh ini meninggalkan senjata sejenak, menggantikannya dengan Alkitab dan hati yang terbuka, duduk berdampingan dengan masyarakat dalam kebersamaan yang tulus. Dipimpin oleh Pratu Jitro, ibadah mingguan ini telah menjadi rutinitas suci yang mempererat tali persatuan antara TNI dan warga.
“Ini bukan hanya tugas, tapi panggilan hati,” tegas Danpos Eromaga, Letda Inf Sudirman, dengan sorot mata penuh keyakinan. “Kami hadir di sini bukan hanya sebagai prajurit, tapi juga sebagai saudara. Ibadah bersama ini adalah wujud nyata bahwa TNI dan rakyat adalah satu. Di Pos Eromaga, kami tidak hanya menjaga keamanan, tapi juga merawat kebersamaan.”
Kegiatan ini bukan sekadar ritual, melainkan sebuah janji yang terus diperbarui setiap pekan—janji untuk selalu hadir, mendengar, dan berbagi dalam suka maupun duka. Warga Kampung Eronggobak pun menyambut hangat kedekatan ini. Bapak Markus Tabuni, salah satu tokoh masyarakat, mengungkapkan, “Mereka (Satgas) seperti malaikat bagi kami. Tidak hanya melindungi, tapi juga menguatkan iman kami.”
Di bawah langit Papua yang biru, di antara bukit-bukit yang seakan bersaksi, Satgas Yonif 700/Wira Yudha Cakti terus menulis kisah heroiknya—bukan hanya dengan keberanian di medan tugas, tapi juga dengan ketulusan di tengah masyarakat.
Pos Eromaga: tempat di mana senyuman dan doa mengalahkan sekat, di mana TNI dan rakyat bersatu dalam harmoni, mengukuhkan bahwa Indonesia yang kuat lahir dari persaudaraan yang tak terputus.
Fachrully Nurfill
