ILAGA UTARA, PUNCAK – Di atas tanah yang dingin, di antara puncak-puncak gunung yang menyentuh awan, sebuah ruang kelas di SD Mayuberi menjadi saksi bisu sebuah misi suci. Bukan dengan seragam tempur lengkap, melainkan dengan kapur tulis dan hati yang berdebar, Sertu Ardiansyah dari Satgas Yonif 700/WYC dengan gagah berani memimpin pertempuran baru: memerangi kebodohan dan membebaskan anak-anak dari belenggu ketidaktahuan, kegiatan ini pada (03/04/2025).

Kegiatan Binter Terbatas sebagai Tenaga Pendidik di titik terdepan Negeri ini adalah sebuah puisi kepahlawanan yang ditulis dengan kesabaran. Satu per satu, Sertu Ardiansyah dengan tangan telaten mengajarkan coretan pertama alfabet, membimbing lidah-lidah mungil untuk melafalkan huruf dan kata. Suara sahutnya yang mantap mengisi ruang, menggantikan dentuman senjata dengan deruan semangat belajar yang menggema di Lembah Ilaga.

“Mengajar mereka membaca adalah seperti mengukir di atas batu. Butuh kesabaran, tetapi setiap kemajuan, setiap huruf yang berhasil mereka baca, adalah sebuah kemenangan besar yang rasanya setara dengan memenangkan sebuah pertempuran,” ujar Sertu Ardiansyah, matanya berbinar membayangkan masa depan cerah para muridnya.

Danpos Mayuberi, Letda Inf Arif Natsir, menegaskan bahwa kegiatan ini adalah strategi perang jangka panjang yang paling mulia. “Senjata kami hari ini bukanlah peluru, tetapi buku dan pena. Kehadiran kami di sini tidak hanya diukur dengan pengamanan fisik, tetapi dengan jumlah anak yang bisa membaca dan menulis. Mereka adalah benteng terkuat masa depan Indonesia. Dengan mengajar, kami tidak hanya membangun gedung sekolah, tetapi membangun peradaban,” tegasnya dengan semangat baja yang menyala-nyala.
Kepala Sekolah SD Mayuberi, Bapak Opi Tabuni, tidak bisa menyembunyikan rasa haru dan terima kasihnya. “Sejak kedatangan Bapak-Bapak TNI, semangat anak-anak belajar berkobar-kobar. Mereka seperti punya ayah baru yang sabar dan perkasa. Guru kami terbatas, tetapi dengan bantuan dari Satgas, beban kami terangkat. Ini adalah berkah terbesar bagi sekolah kami. Terima kasih telah menjadi pelita di tengah keterbatasan kami,” ujarnya, suara bergetar penuh syukur.
Pada hari itu, di SD Mayuberi, yang jauh dari keramaian kota, yang terdengar bukanlah deru helikopter atau letusan senjata, melainkan suara lantang anak-anak yang bersahutan mengeja masa depan. Satgas Yonif 700/WYC sekali lagi membuktikan bahwa tugas teritorial adalah tentang menjadi manusia untuk manusia lain, tentang menjadi pahlawan yang tak hanya menjaga perbatasan, tetapi juga mencerdaskan kehidupan bangsa.
Mereka adalah garda terdepan yang tak kenal lelah, pahlawan yang mengubah senjata menjadi pena, dan medan tempur menjadi ruang kelas yang penuh harap. Jayalah Indonesiaku! Jayalah Pahlawan Pendidik dari Mayuberi!
Agus Ridwanto